Senin, 11 Agustus 2014

Muslimah Naik Gunung, Haram?

 Muslimah Naik Gunung, Haram?
(Bagian 1)


Hari Sabtu pagi. Seseorang menyapa, via inbox, dari kejauhan. Setelah ucap salam, tahu-tahu muncul pertanyaan.

"Apa pandangan syar'i tentang ikhwan-akhwat naik gunung atau trip tanpa disertai mahramnya? Sedangkan melaksanakan haji aja seorang muslimah harus bersama mahramnya."

Ada hastag tambahan ‪#‎SeriusNanya‬.

Itulah awalnya, saya sampai pada pembahasan ini. Jujur, saat ia mengajukan hukum kasus itu, langsung terbayang di kepala saya: Sebagian foto ikhwan dan akhawat yang naik gunung bersama-sama. Mereka posting itu di jejaring sosial. Membuat semua teman-temannya bisa melihat, termasuk saya. Bukan baru-baru ini saja, tapi dari dulu. Dari dulu.

Risih? Ya, saya risih. Tapi entah kenapa, sampai kemarin lusa, belum tergerak membahasnya. Saya selalu berpikir, mereka masih berproses. Biarkan saja. Seiring dengan bertambahnya ilmu, kedewasaan, hal-hal semacam ini akan berkurang, bahkan hilang dengan sendirinya.

Tapi saya lupa: apa yang menjamin mereka berproses? Ini seperti kasus jilboobs baru-baru ini. Ada yang menyalahkan para pengkritik. Katanya, semua orang punya pemahaman yang berbeda-beda. Mereka juga butuh berproses. Betul, bukan? Betul. Cuma masalahnya, bagaimana prosesnya? Bukankah kritik mengenai JILBOOBS adalah juga bagian dari tahapan perbaikan pemahaman? Yang perlu dipastikan adalah caranya dan bagaimana konten kritik itu disampaikan.

Begitu juga kasus ini. Saya tak tahu bagaimana setiap muslimah berproses, tapi fenomena akhawat naik gunung makin ramai saja. Bukan cuma muslimahnya saja yang naik gunung, melainkan persis pertanyaan yang saya terima: ada ikhwannya juga. Artinya, mereka naik gunung bersama-sama. Berkumpul di satu titik, saling bertanya, saling mengarahkan, mengobrol, tertawa, saling baru dalam perjalanan. Tumbuh keakraban, persahabatan, sampai benih-benih cinta. Apalagi yang naik gunung rata-rata sama statusnya. Belum lagi punya pendamping, yang membatasi cenderung dan syahwatnya.

Fenomena muslimah naik gunung juga terjadi bukan dalam skala perorangan saja, tapi dalam jumlah banyak. Organisasi, lembaga, sampai komunitas berisi akhawat juga tak ketinggalan menyelenggaraka
n. Atas nama liburan, acara, hobi, atau seru-seruan saja.

Saya tiba-tiba jadi khawatir. Repetisi ini, jumlah massa yang amat ramai melakoni, begitu banyaknya emosi yang terlibat (kesenangan, ketakjuban melihat alam, kebebasan) akan jadi dalil: muslimah naik gunung? Biasa aja, lagi! Malah bagus. Bla bla bla, bebas syarat. Jadinya?

Akan tiba masa, di saat pembahasan seperti ini muncul, muslim dan muslimah pendukung naik gunung mengernyitkan dahi. Membaca dengan zhan. Tidak berniat membahasnya hingga tuntas. Menekuri kata demi kata untuk menyiapkan balasan, bukan berupaya mengerti atau mengambil kesimpulan: bagaimana Islam bicara tentang kegiatan mereka.

Tak heran, saat tunai saja hukum disampaikan, responnya adalah logika dan perasaan. Padahal syariah di atas itu semua. Saya menulis ini bukan untuk mendapat ridha dari para ikhwan-akhawat pro naik gunung. Saya hanya menjelaskan rinci-rinci yang perlu mereka ketahui dan laksanakan. Jika saya dibenci karena menyampaikan ini: so be it. Who cares anyway?. Pak Asa Mulchias

(Bersambung) Admin @arifwardani
Read More >>

Selasa, 24 Juni 2014

Buku LDR "Deal With The Distance"

Kereta beranjak pergi, aku menatap wajah luna dari balik jendela kereta yang berembun. Aku melihat tangan putihnya melambai. Aku benar-benar melihat ketegaran dalam dirinya. Hingga tak terasa mataku sendiri mulai berkaca-kaca. Ternyata aku sendiri tak terlalu kuat melewati perpisahan ini. Aku benar-benar merasa kehilangan. (Gravitasi)

"Jangan terlalu sedih". Banyuwangi dan Bali hanya dipisahkan oleh selat." Dia berkata 'hanya', sepertinya dia tidak mengerti dan tidak pernah merasakan apa itu LDR. Mungkin tidak akan berat menjalani hidup sendirian jika sebelumnya kita tidak pernah bersama seseorang, tetapi lain halnya bila kita terbiasa bersama, lalu tiba saat di mana kita harus berpisah dengannya. Itulah yang harus aku hadapi.

Masih banyak kisah mengharukan lain yang membuat seseorang harus memaklumi bahwa mempertahankan cinta dengan penghalang jarak, bukan sesuatu yang mudah...

Deal With the Distance
Penerbit : Penerbit DIVA Press
By : @TwetLDR creator Arif Wardani
Harga : Rp. 48 Ribu ( di toko Gramedia, Togamas, dll) Diskon 20% di @kawanbuku : 0881 2649 477
Read More >>

Selasa, 29 April 2014

Sudah terbit "A Letter for My Prince"

"A Letter for My Prince" - Aku Ingin Menjadi Pengantin. Tersedia di semua toko buku, seluruh isi berwarna (324hal). Rp. 50 Ribu.
1). Diskon 20%. Via @kawanbuku SMS/ BBM: NAMA | ALAMAT | JUDUL | JUMLAH | NO TELP kirim ke 0881 2649 477 | PIN: 3136D3FB
2). Diskon 20%. Via Divapress: Hubungi: Mba Nita 0818 0437 487

---
Aku menemukan sebuah undangan bersampul merah di atas meja kerjaku pagi ini. sebenarnya, aku tak antusias, sama seperti puluhan undangan yang tak pernah berhasil menarik minatku untuk membuka plastiknya. Paling-paling, aku hanya melirik sekilas pada dua nama calon pengantin yang akan berbahagia, dan jika salah satu dari pasangan tersebut adalah orang yang cukup dekat denganku, maka akan kubuka untuk memastikan waktu dan tempat acara pernikahannya. Tapi, kebanyakan orang-orang terdekatku akan menghubungiku secara langsung, dan bahkan tanpa undangan. Lagi pula semua sahabatku sudah mencicipi kursi pelaminan, tak ada yang lajang, sepertiku............

"Aku ingin memelukmu setiap hari, memijit pundakmu saat kamu lelah atau sekedar mencium pipimu sebelum tidur. Aku ingin mengusap punggungmu saat kamu butuh dukungan. Aku ingin menjadi tumpuanmu saat kamu merasa lelah dan lemah."

Begitu-kah rasanya menjadi sepasang pengantin...?
"Ada saatnya semua yang belum dapat kita rasakan saat ini akan sangat bisa dinikmati saat semuanya telah menjadi halal, dan aku ingin menjadi pengantinmu, bukan semata-mata ingin menjadi halal bagimu. Aku sendiri juga tahu, menjadi pendampingmu tentu tidak akan semudah menjadi anak kos."

Itulah sebabnya, jika ada seseorang yang menanyakan padaku, kenapa aku sangat ingin menikah, maka alasanku adalah kamu. Ya kamu, karena aku ingin bisa merawatmu saat kau sakit, aku ingin bisa menjadi penghiburmu saat sedih, menjadi tempat bersandar saat kau lelah, menjadi teman saat kau berkeluh kesah, memberi solusi saat kau bermasalah, aku ingin memasak makanan untukmu saat kau lapar, menanggung separuh bebanmu di pundakku, menemanimu saat kau kesepian. Ya, kau tak perlu lagi kelaparan seperti saat ini, kau tidak akan kesepian, dan kau tidak akan bersedih seperti saat ini, aku bahkan rela memijatmu setiap hari. Hanya untuk bisa melihatmu tersenyum.

Aku ingin menjadi tempatmu pulang, Ketika kamu merasa sedih, gundah, butuh teman untuk berdiskusi atau bahkan sekedar sandaran, aku siap menjadi tempatmu berkeluh.

Dan aku ingin saat kita berdua menikah nanti, bukan karena terpaksa, bukan karena aku ingin, bukan karena kamu ingin, aku ingin kita menikah, karena keinginan kita berdua.

Aku ingin merawat kamu bersama kenangan dan impian...
Selama aku mampu...
So, let me be your partner in life. Let me be your home

Ada banyak sudut pandang tentang sebuah pernikahan yang takkan sama antara satu kepala dengan kepala lainnya. Bagi seorang lajang, pernikahan menjadi sebuah opsi yang tidak bisa diputuskan dengan main-main belaka. Ada banyak pertimbangan dan konsekuensi panjang. Tapi, bagaimana dengan mereka yang berada di posisi ingin melepas masa lajang..? Apakah mudah menikah itu...? Temukan jawabannya dibuku ini.
***
"A Letter for My Prince - Aku Ingin Menjadi Pengantin" adalah sebuah buku yang bercerita tentang impian menjadi sepasang pengantin, untukmu, untukku dan siapapun kalian. Itulah sebabnya buku ini saya buat, ada dan hadir ditengah-tengah kalian. Semoga bisa membawa kebaikan bagi pembacanya. Insyaallah sudah tersedia di semua toko buku di indonesia. Selamat menikmati..
Read More >>

Minggu, 02 Februari 2014

Buku LDR Distalovers

Buku Distalovers Untuk kalian yang sedang menjalani Long Distance Relationship
Penerbit : Penerbit DIVA Press | de TEENS
Harga : Rp. 38.000 (Sudah tersedia disemua toko buku gramedia & togamas atau bisa beli online di @KawanBuku diskon 20%)

"Menjalani LDR bukan pilihan, tapi keadaan yg membuat dengan orang yg kita sayangi berjarak. LDR membuktikan sebuah cinta yg lebih teruji melewati semuanya saat kesetiaan dipertaruhkan. Membaca buku ini akan banyak memahami bahwa tidak selamanya yg berjarak hanya menyisahkan rasa sedih dan menakutkan." (Testimoni- Mba Nenny makmun)

"Cerita dalam buku ini sangat menarik dan membuat saya menemukan satu kesimpulan. Ternyata tanpa jarak, tak akan ada ruang yg membuat cinta berkembang. Recommended untuk peuang LDR." (Testi- Intan andaru)

Yuk segera dapatkan dan selamat membaca
Read More >>